Candi Cetho merupakan salah satu warisan budaya nenek moyang peninggalan Kerajaan Majapahit di masa akhir kekuasaan Prabu Wijaya V . candi yang bercorak agama Hindu ini diperkirakan selesai dibangun pada tahun 1475 M ( sekitar 1397 saka). Ini diketahui berdasarkan prasasti yang ditulis dengan huruf jawa kuno di dinding gapura dan merupakan salah satu candi yang tertinggi di Indonesia. Relief di candi ini memiliki bentuk dan dan gaya seni masa klasik muda, hal ini terlihat dari penggambaran tokoh yang tidak proporsional pada reliefnya. Berbeda dengan relief pada candi-candi dari masa Jawa Tengah pada era 8 sampai 11 Masehi. Yang dimana Relief pada masa Jawa Timur ini terlihat lebih 2 dimensi, mirip dengan karakter-karakter wayang.
Candi ini terletak digunung lawu dengan ketinggian sekitar 1496 meter diatas permukaan laut menjadikannya destinasi wisata yang menyenangkan dengan suasana yang sejuk dan pemandangan indah.
Masyarakatr sekitar candi cetho yang mayoritas beragama Hindu, menjadikan Candi Cetho sebagai tempat suci mereka. segalah kegiatan keagamaan dipusatkan disana. Diantaranya hariraya Galungan, Kuningan, Siwaratri, saraswati nyepi dan lainnya.
upacara hari raya galungan di candi cetho |
Sejarah candi Cetho
Candi Cetho pertama kali oleh sejarahwan Belanda bernama Van de Vlies. Ia menemukan Candi Cetho di tahun 1842. Selain Van de Vlies, terdapat beberapa sejarahwan dan ahli lainnya yang telah melakukan penelitian terhadap Candi Cetho yakni A.J. Bennet Kempers, K.C. Crucq, W.F. Sutterheim, N.J. Krom dan Riboet Darmosoetopo yang berkebangsaan Indonesia.
Candi Cetho memiliki arsitektur unik berupa 13 punden berundak. Sejarah Candi Cetho dibangun dengan material batu andesit dengan memakai relief yang sederhana, tidak seperti Candi Hindu lain yang memiliki relief yang cukup kompleks. Candi Cetho memiliki arsitektur yang mirip dengan candi Suku Maya di Meksiko dan Suku Inca di Peru. Patung yang terdapat di candi ini pun bila dilihat tidak mirip dengan orang Jawa melainkan mirip dengan orang Sumeria atau Romawi yang memiliki kuping besar dan bentuk kepala besar.
Susunan bangunan candi Cetho
Setelah dipugar pada tahun 1970-an yang dilakukan sepihak oleh Sudjono Humardani, asisten pribadi Suharto (presiden kedua Indonesia) yang mengubah banyak struktur asli candi hingga tinggal sembilan tingkatan berundak.
Teras 1
terdapat bangunan tanpa dinding yang di dalamnya ada susunan batu untuk menaruh sesajian dan sepasang arca Nyai Agni
terdapat susunan batu membentuk garuda terbang.
Uniknya, di bagian punggung garuda ada susunan batu yang membentuk kura-kura dan di atas kepalanya ada susunan batu berbentuk matahari bersinar, segitiga sama kaki, dan arca Kalacakra atau kelamin laki-laki.
Burung garuda diyakini sebagai kendaraan Wisnu yang melambangkan dunia atas, sedangkan kura-kura menjadi simbol dunia bawah. Sedangkan keberadaan Kalacakra ini yang membuat Candi Cetho disebut sebagai candi lanang atau lelaki.
Teras 3
ada susunan batu membentuk segi empat dan di dindingnya tampak relief dengan tema Kidung Sudamala bergambar hewan dan manusia.
Teras 4
Terdapat sepasang arca Bima yang tampak sedang menjaga tangga batu menuju teras ke lima.
Teras 5
Terdapat sepasang bangunan yang disebut pendapa luar
Teras 6
Terdapat arca Kalacakra dan sepasang arca Ganesha.
Teras 7
Terdapat halaman yang dikelilingi dinding batu dan terdapat pendapa dalam
Teras 8
Terdapat tangga yang diapit pula oleh dua buah arca dengan relief. Relief yang tertulis dalam arca ini adalah tulisan jawa berupa angka tahun pembangunan candi. Dari sinilah diketahui umur dari Candi Cetho ini
Teras 9
Terdapat ruang penyimpanan benda-benda kuno, seperti arca Sabdapalon dan Nayagenggong
Teras 10
terdapat arca Prabu Brawijaya, arca Kalacakra, dan tempat penyimpanan pusaka Empu Supa, seorang pembuat senjata pusaka yang dihormati.
Teras 11
Merupakan candi utama . Di bagian atasnya digunakan tempat berdoa oleh umat Hindu pada hari-hari tertentu. Di atas Candi terdapat ruang utama berbentuk kubus setinggi hampir 2 m, dengan luas sekitar 5 m². Ruang utama ini yang merupakan pesanggrahan Prabu Brawijaya.
Itulah sekilas tentang candi cetho, salah satu peninggalan nenek moyang kita yang harus kita lestarikan.
0 Comments