Kota Lama Semarang menjadi salah satu destinasi yang wajib saat kita berkunjung ke kota yang terkenal dengan lunpia dan bandeng prestonya ini. Kawasan kota lama semarang merupakan peninggalan penjajahan Belanda ,yang mendapat julukan sebagai LITTLE NETHERLAND. Lokasinya yang dikelilingi kanal-kanal dengan bangunan bergaya eropa , menjadikan kawasan ini terlihat seperti sebuah kota yang berada di Belanda. 
Secara umum karakter bangunan di wilayah ini mengikuti bangunan-bangunan di benua Eropa sekitar tahun 1700-an. Hal ini bisa dilihat dari detail bangunan yang khas dan ornamen-ornamen yang identik dengan gaya Eropa. Seperti ukuran pintu dan jendela yang luar biasa besar, penggunaan kaca-kaca berwarna, bentuk atap yang unik, sampai adanya ruang bawah tanah. Hal ini tentunya bisa dibilang wajar karena faktanya wilayah ini dibangun saat Belanda datang. Tentunya mereka membawa sebuah konsep dari negara asal mereka untuk dibangun di Semarang yang nota bene tempat baru mereka. Tentunya mereka berusaha untuk membuat kawasan ini feels like home bagi komunitas mereka.
Dari segi tata kota, wilayah ini dibuat memusat dengan gereja Blenduk dan kantor-kantor pemerintahan sebagai pusatnya. Mengapa gereja? Karena pada saat itu pusat pemerintahan di Eropa adalah gereja dan gubernurnya. Gereja terlibat dalam pemerintahan dan demikian pula sebaliknya
.
Sejarah Kota lama Semarang

Diawali dari penandatangan perjanjian antara Kerajaan Mataram dan VOC pada 15 Januari 1678. Kala itu Amangkurat II  menyerahkan Semarang kepada pihak VOC sebagai pembayaran karena VOC telah berhasil membantu Mataram menumpas  Pemberontakan Trunojoyo. Setelah Semarang berada di bawah kekuasaan penuh VOC, kota itu pun mulai dibangun. Sebuah benteng berama Vijfhoek yang digunakan sebagai tempat tinggal warga Belanda dan pusat militer mulai dibangun. Lama kelamaan benteng tidak mencukupi sehingga warga mulai membangun rumah di luar sebelah timur benteng. Tak hanya rumah-rumah warga, gedung pemerintahan dan perkantoran juga didirikan.

Pada tahun 1740-1743 terjadilah peristiwa Geger Pecinan, perlawanan terbesar pada kurun waktu kekuasaan VOC di Pulau Jawa. Setelah perlawanan tersebut berakhir dibangunlah fortifikasi mengelilingi kawasan Kota Lama Semarang. Setelahnya karena dianggap tidak sesuai dengan perkembangan kota yang makin pesat, fortifikasi ini dibongkar pada tahun 1824. Untuk mengenang keberadaan banteng yang mengelilingi kota lama, maka jalan-jalan yang ada diberi nama seperti Noorderwalstaat (Jalan Tembok Utara-Sekarang Jalan Merak), Oosterwalstraat (Jalan Tembok Timur – Sekarang Jalan Cendrawasih), Zuiderwalstraat (Jalan Tembok Selatan-Sekarang Jalan Kepodang) dan juga Westerwaalstraat (Jalan Tembok Barat-Sekarang Jalan Mpu Tantular).

Saat ini beberapa bangunan yang ada telah dialihfungsikan sebagai:

Gedung bekas De Javasche Bank yang saat ini menjadi Semarang Kreatif Galeri.

Gedung bekas Kantor Pengadilan Pemerintahan Belanda yang pernah menjadi rumah dinas pendeta Gereja Immanuel dan pada 2006 menjadi rumah makan mewah bergaya Sunda.                                               

Gedung Marba
bangunan 2 lantai yang unik karena satu-satunta bangunan kuno yang berwarna merah di sepanjang jalan letjen, suprapto atau yang dulu dikenal dengan nama jalan heerenstraat. Gedung ini diperkirakan telah berusia lebih dari 200 tahun, awalnya gedung ini merupakan toko kelontong bernama ZIKEL yang menjual barang-Barang rumah tangga import yang dimiliki oleh Carl Zikel . Tahun 1932 saat krisis ekonomi melanda duniam gedung ini dijual kepada saudagar kaya raya asal yaman yang bernama Martha Bajunet, yang kemudian diberi nama MARBA. 


Gedung Spiegel
Gedung Spiegel merupakan toko serba ada yang menyediakan keperluan rumah tangga hingga alat-alat kantor pada jaman itu, Toko serba ada ini dibangun oleh # orang pengusaha Austria-Hongaria, Mereka adalah Moritz Moses Addler, Herman Spiegel, Ignacz Back. Tahun 1908 gedung ini beralih fungsi menjadi sebuah gudang yang terbengkalai dan tidak terawat. lalu kemudia tahun 2015 gedung ini beralih fungsi menjadi sebuah cafe yang tetap menggunakan nama SPIEGEL

Gedung bekas Van Drop, saat ini menjadi Dream Museum Zone
NV. Drukkerij G.C.T. Van Dorp & Co. Banyak disebut sebagai Gedung Van Dorp 
merupakan perusahaan percetakan dan penerbitan ternama. Selama kurang lebih satu abad, ia memproduksi bahan bacaan bermutu untuk masyarakat Hindia Belanda. Meski dimiliki oleh seorang Belanda, Van Dorp tidak hanya mencetak buku-buku berbahasa Belanda. Perusahaan yang berlokasi di Oudstadhuis Straat (sekarang Jalan Branjangan, kawasan Kota Lama Semarang) ini juga menerbitkan kitab-kitab berbahasa Jawa dan Melayu, seperti Babad Tanah Djawi versi Wedana distrik ing Magetan Raden Panji Jaya Subrata (empat jilid), Babad Pacina (terbit 1874) yang mengisahkan peristiwa pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap VOC pasca pembantaian di Batavia pada 1740, serta Serat Kancil, Awit Kancil Kalahiraken Ngantos Dumugi Pejahipun Wonten ing Nagari Mesir, Mawi Kasekaraken (1871).
Van Dorp juga pernah menerbitkan Slompret Melajoe (1860-1911), surat kabar pertama di Semarang yang menggunakan bahasa Melayu. 
Tahun 2017, sebagian Gedung Van Dorp dipugar menjadi Dream Museum Zone (DMZ),

Ratusan gambar seni yang membuat lukisan dua dimensi menjadi tiga dimensi; konon, DMZ kini menjadi 3D (tiga dimensi) museum terbaik di Indonesia, dengan120 gambar yang terdiri atas 25 tema.
Dan sebagian saat ini digunakan untuk sebuah rumah makan yang bernama Monggo Dhahar

Gedung Marabuanta yang menjadi gedung serbaguna, dahulunya bernama Statschouwburg yang merupakan Gedung Komedi.

Gedung unik bergaya arsitektur kuno dengan hiasan 2 ekor patung semut raksasa berwarna merah. 
pembangunan Gedung Marabunta tidak diketahui persis. Para arkeolog Balai Arkeologi memperkirakan, Gedung Schouwbrug, nama lain Gedung Marabunta, dibangun setelah pembongkaran benteng Kota Lama pada tahun 1824. 
Gedung ini dibangun dengan tujuan untuk menyediakan tempat hiburan bagi para penghuni kawasan Kota Lama yang waktu itu didominasi warga Eropa.


Gedung Keuangan PAPAK yang dulunya merupakan Gedung Balai Kota
Gedung Keuangan Negara Semarang I, dulunya merupakan Balaikota Semarang yang bernama Het Groote Huis.
Gedung ini dibangun tahun 1854 di zaman penjajahan Belanda.
Karena bentuknya yang unik yaitu memiliki bentuk persegi panjang disebut gedung papak oleh masyarakat Semarang . 

             Gedung lama  
.              Gedung baru

Bank Mandiri KC Mpu Tantular 
Gedung ini dulunya merupakan kantor dagang Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM)

Gereja Blenduk
Gereja ini dibangun pada abad ke 18, dan masih berfungsi sebagai tempat ibadah hingga saat ini.

Jembatan Berok (Gouvernementsbrug) yang dibangun pada abad ke 17 dan masih kokoh hingga saat ini.

Dulunya, jembatan sepanjang 10 meter itu merupakan penghubung utama masyarakat yang tinggal di Kota Lama dengan masyarakat luar. Di sisi timur jembatan itu terdapat kawasan elit Kota Lama yang menjadi pemukiman orang-orang Belanda. Sementara itu, di sisi barat jembatan terdapat kawasan penduduk pribumi seperti Kampung Melayu, Pecinan, Kampung Arab, dan Kampung Jawa.

Setelah dibongkarnya dinding benteng Kota Lama pada tahun 1824, masyarakat pribumi bisa berinteraksi dengan masyarakat Eropa yang tinggal di Kota Lama. Padahal sebelumnya kawasan itu dijaga sangat ketat sehingga masyarakat pribumi hanya bisa memandanginya dari seberang

Seperti kota-kota lainnya yang berada di bawah pemerintahan kolonial Belanda, dibangun pula benteng sebagai pusat militer. Benteng ini berbentuk segi lima dan pertama kali dibangun di sisi barat kota lama Semarang saat ini. Benteng ini hanya memiliki satu gerbang di sisi selatannya dan lima menara pengawas. Masing-masing menara diberi nama: ZeelandAmsterdamUtrechtRaamsdonk dan Bunschoten. Konon, benteng yang berbentuk segi lima ini berada di tepian sisi timur Kali Semarang dan masih dipakai pada 1810-an. Ada dugaan bahwa benteng tersebut dirobohkan pada 1824 dan akhirnya terkubur di dalam tanah. Pemerintah Belanda memindahkan permukiman Tionghoa pada tahun 1731 di dekat permukiman Belanda, untuk memudahkan pengawasan terhadap segala aktivitas orang Tionghoa. Oleh sebab itu, Benteng tidak hanya sebagai pusat militer, tetapi juga sebagai menara pengawas bagi segala aktivitas kegiatan orang Tionghoa.

Pusat dari Kawasan Kota Lama Semarang terletak di Taman Srigunting

Sebuah taman yang menjadi jantung dari kawasan tersebut. Di masa lalu, taman ini dikenal sebagai parade plein, lapangan yang sering digunakan untuk parade militer karena dekat dengan sebuah barak militer. Sebelum menjadi lapangan, taman ini berfungsi sebagai kerkhof atau pemakaman warga Eropa. Pada awal abad ke-19, kerkhof dipindahkan ke daerah pengapon. 


Nah kebetulan sebentar lagi liburan Idul Fitri.....bagi para pembaca yang akan mudik dan melewati kota Semarang yuk mampir sebentar di Kota Lama Semarang sambil menyusuri jejak jaman kolonial dimasa lalu...🥰🥰