BANDUNG |PANTAUTERKINI | Ironis Pejabat Pengguna Anggaran Ketua KPU Depok Titik Nurhayati Setelah dicecar oleh hakim saat menjadi saksi kasus korupsi dana iklan Pilkada Depok 2015 lalu senilai Rp 2,2 miliar hanya menghasilkan terdakwa Fajri Asrigita Fadillah menjadi PPK dalam penggunaan anggaran dana iklan Pilkada Depok 2015 lalu.  

Setelah berhasih dari lolos dari dugaan tindak pidana korupsi kali ini Titi Nurhayati memasuki babak baru telah berhasil masuk dalam tim calon komisi pemilihan umum provinsi jawa barat. 

Dalam sidang kasus korupsi dana iklan dan sosialisasi Pilkada Depok tahun 2015 senilai Rp 2,2 miliar, Ketua KPUD Kota Depok Titik tidak bisa berkutik saat dicecar soal "perannya melakukan penunjukan langsung dalam proyek tersebut". Keras-keras aturan tidak memperbolehkannya tetapi tetap saja dilakukan oleh Titi sebagai Pejabat Pengguna Anggaran .

Hal tersebut terungkap dalam sidang kasus korupsi dana iklan dan sosialisasi Pilkada Depok tahun 2015 senilai Rp 2,2 miliar.
Dalam sidang yang dipimpin Makelis Kalim Martahan Pasaribu tersebut dihadirkan terdakwa Fajri Asrigita Fadillah. Sidang digelar di ruang III Pengadilan Tipikor Bandung, pada Senin 7 November tahun 2016 lalu.

Menurut hakim anggota, Naisyah Kadir, yang menjadi pokok dakwaan adalah "pelaksanaan penunjukan langsung oleh saksi yang Ketua KPU Depok kepada terdakwa Fajri yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek tersebut".
Saksi Titik berkilah, "penunjukan langsung tersebut dilakukan karena terjadi gagal lelang ", "sementara waktu sudah mepet".
Kemudian masalah tersebut dikonsultasikan kepada Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang menyebutkan secara lisan memperbolehkannya.

Proyek iklan dan sosialisasi Pilkada Depok tahun 2015 senilai Rp 2,2 miliar dilaksanakan atas konsultasi KPUD Kota Depok dengan LKPP. Namun, tidak lama kemudian datang surat resmi dari LKPP bahwa " penunjukan langsung itu tidak diperbolehkan" . "Sudah jelas penunjukan langsung itu tidak diperbolehkan, tapi tetap saja dilaksanakan," ujar hakim Naisyah Kadir kepada saksi.

Naisyah Kadir pun menyebutkan " terdakwa Fajri melakukan kegiatan itu atas penunjukan dari Ketua KPU ". "Terdakwa bergerak atas penunjukan langsung, jadi Ketua KPU yang menunjuknya juga harus mempertanggungjawabkannya," ujarnya.

Tidak hanya hakim Naisyah Kadir, hakim anggota lainnya Basyari Budi juga mempertanyakan kenapa dilakukan penunjukan langsung padahal tidak diperbolehkan. Terdakwa terjerat masalah hukum karena ada perintah penunjukan langsung dari ketua KPU. Meski begitu, Titik menyangkal bahwa kesalahan penunjukan langsung ada pada dirinya. Menurut dia, masalah penunjukan langsung itu bisa dilakukan berdasarkan hasil konsultasi dengan LKPP.

Seperti diketahui, Fajri Asrigita Fadillah, didakwa korupsi dana iklan dan sosialisasi Pilkada Depok 2015 lalu, senilai Rp 2,2 miliar. Saat itu terdakwa menjadi PPK dalam penggunaan anggaran dana iklan Pilkada Depok 2015 lalu.

Fajri didakwa telah mengubah pengadaan barang dan jasa yakni berupa iklan di media cetak dan televisi yang seharusnya dilakukan melalui lelang menjadi penunjukan langsung (PL). Penunjukan itu diduga ada permainan, sebab sebelumnya pelelangan dilakukan November 2015 dan diulur sehingga waktunya menjadi mepet. Dengan dalih itu dilakukan penunjukan langsung kepada agensi iklan Big Daddy untuk mengerjakan paket iklan tersebut senilai Rp 2,2 Miliar.

Akibat penunjukkan langsung ini, Fajri diduga mengambil keuntungan sebagian dana dan merugikan keuangan negara. 
Salah satu keuntungan di antaranya untuk biaya debat pasangan calon dan iklan Pilkada Depok di stasiun tv lokal, Fajri menggelontorkan anggaran sebesar Rp 1,5 Miliar. 
Namun, nyatanya, dana yang dibutuhkan yakni untuk iklan hanya Rp 132 juta, dan untuk beberapa sesi debat calon sekitar Rp 290 juta. Jadi, ada perbedaan besaran dana yang dilaporkan. 
Sementara di stasiun televisi nasional anggaran tayang untuk debat dilaporkan sekitar Rp 400 juta. Padahal biaya tayang debat di stasiun itu hanya sekitar Rp 200 juta. (Tim)