Depok | www.pantauterkini.co.id | Setelah Terbitnya Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Bidang Perhubungan dan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 09 Tahun 2012, tentang Retribusi Bidang Perhubungan dengan Latar belakang penyusunan Perda Nomor.02 tahun 2012 tersebut, untuk memenuhi amanat Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mengandung suatu paradigma baru yang harus disertai dengan perubahan pola pikir pembangunan dibidang perhubungan terhadap ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang.
Sedangkan Latar belakang Perda Nomor.09 tahun 2012 dilakukan unutuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Penyelenggaraan bidang perhubungan, khususnya perhubungan darat sekurang-kurangnya meliputi tiga hal yaitu perencanaan, manajemen operasional dan pengendaliannya.
Perencanaan meliputi perencanaan jaringan dan simpul seperti jaringan trayek angkutan umum, jaringan lintas angkutan barang, letak-letak terminal, halte, Jembatan Penyebarangan Orang (JPO) dan lain-lain. Manajemen operasional meliputi manajemen atau pengaturan penggunaan kendaraan umum dan kendaraan pribadi dengan prioritas angkutan umum, penyediaan infrastruktur pendukung dan penetapan kebijakan operasionalnya. Pengendalian yang termasuk didalamnya upaya penegakkan hukum melibatkan semua instansi yang berwenang dalam penegakan hukum dibidang perhubungan.
Setelah terbitnya UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PERDA Kota Depok Nomor 13 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengacu kepada UU Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah tidak sesuai. dengan kondisi sosial perekonomian masyarakat, perubahan lingkungan dan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Depok saat ini.
Bersamaan dengan terbitnya Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2010 lalu mengamanati bahwa Peraturan Daerah tentang Retribusi Daerah masih tetap berlaku untuk jangka waktu 2 (dua) tahun sebelum diberlakukannya Peraturan Daerah yang baru berdasarkan Undang-Undang tersebut, serta Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Sementara Peraturan Daerah Kota Depok yang mengatur tentang Retribusi dalam bidang perhubungan yang ada masih berdasarkan Undang-Undang yang lama yaitu :
1. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 43 Tahun 2000 tentang Retribusi Izin Trayek.
2. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 44 Tahun 2000 tentang Retribusi Terminal.
3. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 18 Tahun 2001 tentang Retribusi Pengujian
Kendaraan Bermotor.
4. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 14 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Tempat Parkir.
Setelah sempat dikaji ulang maka dinyatakan dicabut digantikan dengan perda yang baru yaitu :
1.Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 02 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Bidang Perhubungan
2. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 09 Tahun 2012 tentang Retribusi Bidang
Perhubungan.
Adapun komparasi Perda No.09 Tahun 2012 tentang Retibusi Bidang Perhubungan,
dengan Perda Retribusi yang telah dicabut, sebagaimana table berikut :
PERBANDINGAN PERDA NO. 43 TAHUN 2000 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DENGAN PERDA NO.09 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI BIDANG PERHUBUNGAN.
Sementara belakangan ini PAD perimadona kota Depok sebagai kota Penyanggah metropolitan tidaklah jelas lagi padahal dapat dilihat daripada kepadatan dan lahan parkir yang marak hingga rumah pendudukpun dijadikan tempat lahan parkir.
Dengan perkembangn penduduk dan padatnya pemukiman di pusat kota depok terlebih di area lahan PTKAI banyak warga masyarakat yang menitipkan kendaraannya di area parkir tanah negara yang tak jelas pendapatan yang dihasilkan pengelola lahan parkir.
Sayangnya pihak pemerintah kota Depok belum mengembangkan perda mengenai perparkiran yang terbaru hingga saat ini dan banyaknya perturan perundang undangan yang sudah berubah apalagi dengan pendapatan asli daerah .
Beberapa Investigasi dilakukan dilapangan dengan sample salah seorang pria yang mengaku sebagai penjaga lahan parkir mengatakan dirinya hanya pekerja bayaran yang diupah Rp 70 ribu setiap hari. “Saya cuma disuruh bos, saya enggak tahu setorannya berapa. Saya cuma dibayar Rp70 ribu sehari,” kata pria yang tak mau menyebutkan nama tersebut.
Ketika disinggung jikalau ada oknum petugas yang meminta upeti dari lahan parkir liar, pria itu bungkam.
Berdasarkan hasil penelusuran, perputaran uang yang dihasilkan dari lahan parkir liar ini relatif besar, hingga jutaan rupiah setiap harinya. Ini dibuktikan dengan banyaknya motor yang berada di lahan negara tersebut yang rata-rata membayar Rp5000.
Ironisnya, transaksi ilegal ini telah berlangsung selama puluhan tahun.
Banyaknya jumlah pengendara yang memilih parkir di lahan tersebut lantaran aksesnya yang cukup dekat dengan stasiun kereta dan terminal Depok Baru. Hal ini dianggap lebih efisien bagi pengguna kereta rel listrik (KRL).
“Kita sudah biasa sih di sini. Ya kalau nitip motor di sini bayarnya 5000 Rupiah. Saya pilih di sini biar dekat sama stasiun,” ujar Leo salah satu pelanggan parkir.
Hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan dari pihak Pemerintah Kota Depok. Sementara Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan mengatur soal lahan terbuka.
Pasal 1 dalam Peraturan Menteri ini menerakan bahwa yang dimaksud dengan ruang terbuka hijau adalah area memanjang atau jalur mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka untuk tempat tumbuh tanaman.(bon)
0 Comments